The Last Memories I Have Part 1-2

Hari ini hari kedua ujian. Cuaca pagi ini secerah pagi kemarin, hari ini aku pergi lebih awal dari hari sebelumnya. Ku langkahkan kaki ku menuju dimana motorku biasa diparkir, ku buka penutup motornya lalu ku starter motor dan akupun bergegas untuk tancap gas. Seperti biasa, selama dalam perjalanan lagu-lagu korea selalu menemaniku, senandung kata-kata yang tak ku mengerti artinya tapi entah kenapa aku senang mendengarnya. Bibirku pun ikut bernyanyi di sepanjang perjalanan, sampai akhirnya aku terdiam saat mendengar alunan musik yang di nyanyikan oleh bubble sister, lagu yang mampu membuat ku menetes kan air mata saat pertama kali mendengarnya, lagu yang mengingatkan ku pada pahitnya masa lalu. Pelan-pelan ku mendengarnya, kali ini pun sama dengan saat pertama kali aku mendengarkan lagu ini. Tanpa ku sadari air mata ku turun begitu saja tanpa meminta izin terlebih dahulu padaku. Ku sapu air mataku dengan satu tanganku sedangkan tangan ku yang satu lagi sedang menarik gas motor. Sudah hentikan perasaan ini, perasaan yang tidak mungkin akan ia mengerti sampai kapanpun kataku dalam hati. Kali ini tidak butuh waktu lama bagiku untuk sampai ke tempat ujian, karena aku melewati jalan alternatif, masih di tempat yang sama dan gedung yang sama. Tiba-tiba aku tersenyum melihat ke-4 temanku yang sedang berdiri di pintu masuk di iringi dengan lambaian tangan tika ke arahku, memberitahu kalau mereka sedang berada disana. Tiwi, Sari, Tika, dan Clara, mereka adalah teman-teman ku satu sekolah saat di kejuruan dulu.

“belum masuk?”, tanya ku pada mereka.

“belum,kan lagi nunggu buannya”, jawab sari singkat.

“siapa aja yang belum datang?”, tanya ku lagi.

“Ulan aja yang belum datang”, jawab tiwi yang disertai tawa sinis tika. Aku yang lalu ikut tersenyum miring ketika melihat tawa sinis tika saat tiwi berkata itu.

Kamipun masih berdiri di depan pintu masuk menunggu ulan, beberapa menit sudah berlalu tidak ada tanda-tanda kalau ulan akan segera datang.

“Jangan bilang dia masih ngecas laptopnya lagi”, kata clara yang tiba-tiba dengan ekspresi muka datar.

“HAHAHHAHAHAHHAHAHAHA”,kami berempat spontan tertawa terbahak-bahak. Bagaimana kami tidak tertawa mendengar ucapan clara, ucapan clara mengingatkan ku beberapa tahun yang lalu saat ulan terlambat masuk kelas dan saat di tanya apa alasannya terlambat, dengan enteng dia menjawab ‘saya habis ngecas laptop pak’ hahahaha kami sekelasan yang tadinya tenang tanpa suara mendengarkan penjelasan guru di depan kelas tertawa terbahak-bahak. Entah karena sudah bosan menunggu akhirnya clara mengeluarkan kata-kata itu.

“Hahahaha, sudah… sudah…”, kataku pada tika dan tiwi yang masih saja tertawa mendengar ucapan clara.

Sampai akhirnya bel tanda masuk berbunyi, ulan pun masih tak menunjukkan tanda-tanda akan datang. Akhirnya kamipun meninggalkan ulan untuk bergegas menuju ruang ujian. Sama seperti hari sebelumnya ruang ujian masih tampak tenang. Terlihat pengawas yang sedang membagikan lembar jawaban dan soal ujian ke setiap meja. Aku menunggu dengan harap-harap cemas, jari-jari tangan ku tak lepas dari mengetuk-ngetuk meja ujian. Hari ini ujian yang mampu menguras otak ku setangah mati, aku mulai membuka lembar soal mencari soal termudah untuk ku kerjakan terkebih dahulu. Dan ketika aku sudah selesai mengerjakan soal-soal yang mudah,aku berlanjut ke soal yang benar-benar hampir menguras otak ku, soal matematika kelas IPA. ‘Aapaaa ini?’ Desah ku dalam hati, lembar demi lembar ku bolak balikkan kertas itu tapi aku masih tidak tau bagaimana mencari hasil dari lilitan angka-angka matematika itu. ‘Aseemm! Kenapa susah banget sih soal-soal SMA ini’ desah ku lagi dalam hati. Ku coret-coret kertas ujian itu, mencari hasil dari penyelesaian. Saat aku tengah asik mencoret-coret mencari jawaban dari soal itu, pengawas mulai angkat bicara “yak! Waktu habis, tinggalkan lembar jawaban di atas meja dan boleh membawa pulang soal ujiannya”. Aku yang tiba-tiba kaget mendengar instruksi dari pengawas lalu menghela nafas panjang, saat itu yang kupikirkan hanya pasrah dengan hasilnya berharap ada keajaiban pada lembar jawaban ku.

Sesampainya aku dirumah, ku langkahkan kaki ku perlahan menuju pintu masuk rumah, anak tangga demi anak tangga ku lewati sampai akhirnya aku menginjakkan kaki ke dalam rumah, aku melihat mama yang sedang duduk di sofa ruang tamu sambil memegang handphone miliknya, “gimana tadi bung ujiannya? Bisa jawab ?”,tanya mama yang mengalihkan pandangannya dari handphone yang sejak tadi di genggamnya. Aku tersenyum tipis lalu berkata “yaaah, ada yang bisa jawab ada yang enggak.” Kulihat wajah mama yang sedikit kecewa atas jawaban ku, tapi aku mesti berkata apa lagi? Karena emang itu yang sebenarnya terjadi. “waduh, jadi gimana ini? Kamu yakin bisa lulus?”, tanya mama sekali lagi padaku. “sekarang aku cuma bisa berdoa aja ma, supaya bisa lulus di ujian masuk itu”, jawab ku dengan nada meyakinkan mama. Karena aku tau dari sorot mata mama yang menginginkan keyakinan ku untuk lulus dalam ujian masuk itu. “ya sudah kalau kamu emang yakin, InsyaAllah kamu lulus kok. Cepat ganti bajumu terus makan sana”, kata mama padaku.  Aku hanya mengangguk dan bergegas menuju kamar untuk menaruh tas dan berganti pakaian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Sweet 18th